Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.
Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi.
(Sapardi Djoko Damono,�Pada Suatu Pagi Hari)
Ini bukan sebuah review, tapi saat memandang gerimis yang turun rintik-rintik, di saat pikiran sedang dirundung banyak masalah yang seolah tak ada habisnya; mulai dari masalah akademis, karier, asmara, yang selalu ada dalam ramal-ramal mbok lauren itu,menjadikan diri ingin menangis.
Sebab air mata, adalah satu-satunya hasil ekskresi yang tidak menjijikkan.
Saat kehidupan begitu terhimpit dengan masalah, menangis pelan-pelan sambil berjalan di suatu tempat sepi dalam nuansa gerimis, adalah suatu kenikmatan yang langka.
Ya, sangat langka.
Karena bumi seolah telah disesaki manusia, hingga mencari momen dalam keindahan ini, terasa bagai peer yang begitu sulitnya.
ah, saya jadi ingin menangis. sayang, tidak gerimis di sini. Hingga begitu banyak orang yang bertanya,"Kenapa?"
Padahal terkdang menangis tidak butuh alasan.
Maka, jika sahabatmu menangis, jangan tanyakan apapun padanya. Biarkan dia mengakrabi keheningan bersama air matanya sejenak.
Agar ia tidak mengharapkan gerimis saat bersamamu.
Lagi-lagi, saya ingin menangis, tanpa perlu mencari lorong sepi di suatu pagi gerimis...
0 comments:
Post a Comment