Ketika aku SD, SMP, aku sendirian. Tidak ada yang datang padaku. Menawarkan persahabatan, ataupun menawarkan mencicipi pahit getirnya kehidupan, indahnya pelangi masalah, dan sejuknya keringat kerja keras bersama. Tapi ketika aku SMU, seseorang itu datang. Ia menawariku persahabatan dengan senyum manis. Awalnya aku menolak, sebab aku terlalu takut dengan manisnya persahabatan. Dinginnya kesendirian terasa lebih baik dari rasa manis yang dapat meracuni, pikirku saat itu. Hanya saja renca Tuhan lebih indah. Ia tetap mengulurkan sahabat itu padaku, dan akhirnya aku—dengan malu-malu—meraihnya. Saat itu duniaku terasa begitu indah. Kami tertawa, tersenyum, menangis, juga bertengkar. Semua bersama. Lalu orang lain mulai datang dalam kehidupanku dan kehidupannya. Tapi aku tetap ingin bersamanya. Maka aku tetap menjaga senyumnya. Juga menjaga kepercayaan, dan cintanya dalam tiap sujud-sujudku. Aku merasa dunia berkembang lebih indah, lebih berasa, dan kurang kejam. Langit lebih biru, bau wangi bunga lebih harum, matahari lebih hangat, dan semua rasa lebih lezat. Persahabatan itu—sayangnya—juga tidak untuk selamanya. Ada saat-saat pasang surut. Jatuh bangun. Dan saat-saat seseorang harus pergi. Waktu itu, aku belum menyadarinya. Hingga hari itu benar-benar datang. Rasanya hening ketika hari-hari itu datang. Tidak ada kebersamaan, tidak ada janji-janji persahabatan, tidak ada diskusi-diskusi hangat, semua hilang bersama waktu. Aku mencoba bersabar. Juga menunggu. Hingga hatiku lelah dan mulai bertanya. Tiap hari aku memikirkannya; adakah ia mengingatku sekali saja sepanjang waktu perpisahan kami? Aku mengingatnya dalam tiap sujud dan penghujung do’aku; adakah ia menyebutku sekali saja dalam do’a-do’anya? Aku sedih, gelisah, dan marah kehilangannya. Tidakkah ia merasakan perasaan-perasaan yang sangat tidak enak ini? Aku menunggu.... sahabatku kembali. Aku menanti janjinya pada kesyahidan bersama di jalanNya. Aku berharap ia merindukanku dan kembali di layar ponselku. Aku berdo’a, untuk melihat senyum manisnya kembali di pintu rumahku.
Gunung Kelud Meletus
-
Gunung Kelud meletus. Baru saja negeri ini dikejutkan dengan meletusnya
gunung sinabung dan banjir di Jakarta, kini Indonesia kembali berduka.
Gunung Kelud...
10 years ago
0 comments:
Post a Comment