Ikhwan Dilarang Baca!!!

Kenapa harus dengan ikhwan? Lelaki biasa saja sudah cukup! Kata seorang saudariku, setelah kami melalui sesi dialog yang cukup panjang.

Aku terdiam. Sungguh, sulit untuk menolak semua kata-katanya.

Kali ini kami berdiskusi tentang munakahat atau pernikahan. Jujur, dalam usia menjelang 20 tahun, entah mengapa topik ini sering sekali muncul. Mungkin karena banyak teman-teman seangkatan yang telah lebih dulu menggenapkan separuh dien. Atau sebab-sebab yang lain.
Entahlah.

Dialog ini sebenarnya bukan tentang pernikahan. Awalnya kami hanya membahas dinamika dakwah kampus yang memang cenderung centang prenang, lalu berlanjut ke masalah ghirah dakwah yang cenderung menyurut,hingga ke ikhwan dan akhwat dengan ghirah keislaman yang tetap tinggi di tengah badai, lalu dan lalu, ketika dan ketika...

"Tapi ikhwan pun, juga manusia." celutuk saudariku ini.
"Hmm?"
"Iya, bahkan lebih dari manusia."
Aku terdiam, menebak-nebak arah pembicaraan saudariku satu ini. Sepertinya ia pingin ngomongin tentang makhluk langka yang bicaranya suka nunduk-nunduk, berjenggot, dan selalu kelihatan jenggotnya di acara-acara dakwah alias ikhwan, nih. hmm...

Selanjutnya, ia mulai bercerita tentang pengalamannya dan situasi yang telah ia lihat di lembaga dakwah kampusnya di salah satu PTN yang paling ngetop di Indonesia. Tentang kecenderungan ikhwan-ikhwan yang masuk golongan garis keras, untuk selanjutnya menikah hanya dengan akhwat-akhwat yang the best.

"The best disini semuanya. Cantik, sholehah, pinter. Bahkan kadang fisik mendapat prioritas utama di atas semuanya."
Tapi, bisik hatiku. Bukankah Rasulullah sendiri telah...?

"Memang," jawabnya cepat. Seolah bisa membaca pikiranku."Rasulullah mengisyaratkan kecenderungan laki-laki adalah pada 4 hal itu. Tapi, bukankah poin terakhir yang paling digaris bawahi oleh Rasulullah, yaitu agamanya?"

Lebih lanjut, ia mengatakan dengan nada keras. Bahwa para ikhwan itu, yang notebene pengetahuan agamanya (harusnya) lebih baik dari para 'laki-laki biasa' malah memilih calon istrinya berdasarkan kiteria fisik yang utama. Seolah-olah, diantara banyak akhwat yang tersedia, ikhwan itu menderetkannya dari yang tercantik hingga yang tidak, lalu memilih yang tercantik. bukan berdasarkan tingkat keshalehan dan ghirah keislamannya.

"Seolah-olah semua akhwat itu sama tingkatannya. Yang membuatnya lebih unggul hanya kecantikannya. Bahkan banyak akhwat yang hatinya terlanjur patah duluan saat mencintai seorang ikhwan, karena sadar bahwa ia tidaklah secantik bidadari."

Aku merenung saat mendengarnya. Memang banyak sekali sebelum ini, kudengar kisah tentang para akhwat-akhwat dengan semangat jihad yang tinggi, lalu menua dalam penantiannya menunggu jodoh karena fisiknya sedang-sedang saja. Sedangkan akhwat yang biasa-biasa saja dari segi pemahaman keislaman, semangat jihad, dsb, namun memiliki fisik ala putri salju, lebih mudah mendapatkan jodoh!

Masya Allah...

Aku mencoba berhusnudzon terhadap ikhwan-ikhwan itu.
"Mungkin," kataku saat itu."Bukan maksud mereka mendewakan fisik di atas segalanya. Hanya sebuah kewajaran, jika seorang laki-laki (siapa saja) mendambakan istri cantik penyejuk mata. Apalagi seorang ikhwan, yang dengan aktivitas dakwahnya yang berat mendambakan seorang bidadari saat pulang ke rumahnya."

Saudariku ini terdiam. Tapi lantas ia meneruskan dengan sebuah kisah, tentang seorang cowok playboy yang keren, kaya, pintar dan terlihat memiliki segalanya dari dunia.

"Pada akhirnya, ia memilih menikahi seorang perempuan yang shalehah, yang sangat sederhana dan berwajah "biasa saja". Ia ingin seorang yang bisa membimbingnya lebih dekat dengan Allah, dan mendambakan sebuah rumah tangga yang dihiasi keikhlasan dan pembelajaran. Ia ingin istri yang bisa mendampinginya untuk belajar bersama tentang hidup dan kemuliaan."

Lagi-lagi aku terdiam. Ingatanku melayang pada sebuah buku yang pernah kubaca (afwan, lupa judulnya). Dalam salah satu paragraf, disinggung mengenai keberadaan akhwat-akhwat sepuh, yaitu para aktivis dakwah yang Allah belum memperkenankan jodoh untuk mereka hingga di usia senja. kesabaran mereka, husnudzan mereka terhadap para ikhwan...

"Seharusnya, para ikhwan bisa lebih dari para laki-laki biasa itu." Ucap saudariku memutus lamunanku.

Yah, tapi bukankah ikhwan juga laki-laki biasa?
Mereka dapat khilaf, dapat sombong, dapat tersilaukan dengan dunia
Mereka bukan malaikat...

Dan pada akhirnya, sebuah kesimpulan. Seperti yang telah diucapkan saudariku yang cantik di awal kisah ini.

Ah, aku merasa tidak pantas menjudge ikhwan-ikhwan itu.
Sungguh! Aku sadar mereka juga manusia. Penuh khilaf.
Dan lebih tidak pantas lagi untuk bersuudzahan pada mereka
Mungkin mereka bukan menikah karena kecantikan, tapi Allah lah yang berkenan memberikan bidadari di dunia karena keikhlasan mereka dalam dakwah

Mungkin...
Mungkin...
Terlalu banyak mungkin...

"Ya Allah, jauhkanlah kami dari prasangka terhadap saudara kami..."

2 comments:

Anonymous said...

salam kenal ade..
ini ade yg teman/sepupunya liza bukan?

Ingin sedikit berkomentar nih, menurut ijal sebenarnya para akhwat/wanita juga memiliki kecenderungan yang sama. ingin menikahi laki2 yg ganteng/keren dan sempurna. Buktinya banyak laki2 yang sebenarnya baik secara agama tetapi agak kurang dalam hal fisik, penghasilan dan lain sebagainya ditolak lamarannya oleh para akhwat .Percaya gak?kalo ga percaya, coba ade cek ke murabbi atau siapa yang berwenang...

Tapi dengan kondisi ini ijal kira kita tidak perlu berteriak, seolah2 para akhwat atau ikhwan tadi tidak dewasa dan lain sebagainya. Karena, seperti yang dikatakan oleh teman/sepupu ade (blog gadis desa) bahwa semua itu tergantung jodoh...ya gak? Walaupun kita harus juga berusaha sekuat tenaga untuk mendapat yang terbaik, salahsatunya dengan cara terus memperbaiki diri.

salam ya buat teman/sepupu ade (blog gadis desa) :D


salam

adee04 said...

@asrijal:

iya, ini ade sepupunya kak liza.
Hmm... ade juga gak begitu menyetujui tentang pendapat ijal. maaf ya jal. soalnya gini, sebagian besar ikhwan ketika ingin menikah,maka ia memiliki alternatif yang sangat banyak untuk dipilih sebagai calon istri.
sehingga dia bisa memilih dengan pertimbangan seperti itu.

sedang akhwat tidak bisa, karena tidak mendapat kesempatan memilih seperti itu.

tapi nanti ade tanya ke murabbi ade lagi ya,atau yang berwenang.
Wallahua'lam

makasih tanggapannya