Kenapa harus selalu peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang dirimu?
***
Aku bukanlah orang yang kuat. Dan aku sadar benar akan kelemahanku ini.
Karena aku selalu terlindungi oleh cangkang halus yang melingkupiku.
Dari orang tua, kakakku satu2nya, dan orang-orang lain di sekitarku.
Saat aku terancam oleh sesuatu, pelindungku ini akan bergerak. Seolah tak ada satupun di dunia ini yang bisa menyakitiku. Meski sebenarnya bisa jika Allah berkehendak.
Mungkin karena terlalu dilindungi, maka aku menjadi orang yang lemah. Aku tidak siap dengan serangan dalam bentuk apapun. Sehingga dalam kehidupan aku lebih banyak diam. Cari aman.
Hal ini juga yang membuatku memilih dunia kepenulisan. Dalam benakku, menjadi penulis memisahkan aku dari banyak orang hingga aku akan selalu aman. Aman dari cacian,serangan, dan hal-hal yang menakutkan hati.
Tapi apa yang dapat kukatakan saat kenyataan menjadi berbeda?
suatu tulisanku yang dimuat di harian lokal, menjadi sasaran caci maki dari banyak pihak. lengkapnya bisa dilihat di sini.
Rata-rata orang yang membaca tulisan itu menghujatku. Mengataiku sebagai orang picik, manusia dangkal, orang yang ngasal cuap-cuap, dsb. Benar2 mengagetkan. Tanganku langsung panas dingin, dan sejak itu...
aku memilih diam.
Diam itu nyaman,sangat nyaman malah.
Tapi aku tidak bisa diam untuk selamanya. Tidak. Terutama saat aku mendengar kata2 Hellen Keller di telingaku, "I'm one. and i'm still one. I can do something, but i can't do everything. So i won't refuse something that i can do."
Dan seseorang menyebutku orang yang picik saat aku mulai bicara lagi.
Biarlah, setelah kupikirkan. Banyak orang yang mengalami hal yang sama. Saat kubuka situs Seno Gumira Adjidarma, kulihat banyak orang yang mencercanya dengan sangat kasar juga.
Lalu kurenungkan.
Ah manusia! Tak ada habisnya untuk dimengerti.
Sebagaimana kisah ayah-anak yang membawa keledai, aku tidak harus memanggul keledaiku untuk memenuhi keinginan orang-orang kan? biar saja mereka dengan opininya!
0 comments:
Post a Comment