Catatan dari Palestina: Emang Gue Pikirin!

Di tengah hari yang panas

Lagi jalan gak tentu arah di sepanjang jalur kendaraan bermotor depan BEM, tiba2 kami (aku dan sahabatku Putri) berpapasan dengan kakak2 senior di LDF Asy-Syifa'.

"Mau kemana dek?"

"Hemm.. pulang kak."

"Kenapa gak ke MPR aja?"

(Cat: MPR itu Multi Purpose Room. kalo di sini sih, itu adanya di Fakultas Pertanian ya, bukan Majelis Permusyawaratan blablabla.hehe:))

"Emang ada acara apa kak?"
"Bedah buku dek. Buku Palestina Emang Gue Pikirin. Langsung oleh pengarangnya lho dek."

Hemm... dengarnya jadi ragu2. Tahu sih tuh buku emang oke banget. Pengarangnya siapa namanya? O ya, Shofwan al-Banna.

Tapi pagi2 dengerin ceramah? Gak suntuk ya.Apalagi putri, my soulmate sempat-sempatnya bilang,"Paling cuma ceramah aja, bosen!"

Benar juga sih.
Siang-siang Ramadhan, enaknya tidur aja kali ya? Males dengar ceramah lagi.
Tapi kalau alasan gitu ke kak Acit and kak nurul, gak enak banget ya?
Nampak deh kalau kita masih mujahidah kagetan.
Mana tugas masih numpuk nih. Bahan tutorial belum dicari, undangan untuk LDF2 juga belum dibagi.

"Gratis lho dek!"

Hemm... makin goyah.
Finally, nyerah. Go!

Di tempat acara.

"Eh, duduknya dimana nih?"
"Wah, gak kebagian tempat duduk deh kita."
"Nyandar aja, santai."

Rupanya ulah kami yang berisik langsung memancing panitia. Kebetulan nih panitianya yang bernama kak Isil (yang juga senior di kampus), ngeliat kami udah pada jongkok. Langsung deh diusir2 ke depan.

"Ssst... duduk di depan dek."

UAaah... siap-siap ngantuk deh, ngedumelku dalam hati. mana pematerinya tampang ustadz banget lagi! Ya udah, kata-kata senior adalah hukum jadi mau gak mau pindah juga agak ke depan.

Gak berapa lama...

3
2
1

Duar!
Subhanallah...!

Sungguh, kami terpesona (bukan oleh wajah ustadz Shofwan al-Banna-nya lho). Di tengah kedangkalan pola pikir yang ditunjukkan banyak orang, diantaranya keapatisan sejuta umat dalam menanggapi masalah Palestina, kami melihat cahaya!

Saat ustadz itu dengan kebeningan kata-katanya berargumentasi tentang urgensi Palestina, saat ia menerangkan mengapa kita wajib berjihad di Palestina, saat itu, semangat muda kami terbakar! (Cieee...)

Yang ngebuat kami kagum tuh, terutama saat tuh ustadz ngejawab satu pertanyaan (penting untuk diketahui nih, pertanyaan ini selalu muncul saat wacana untuk jihad di Palestina berkembang).

Peserta: Ustadz, saya pernah mendengar bahwa Palestina itu memang sudah ditakdirkan ricuh hingga akhir zaman, jadi untuk apa lagi nih kita berjihad di sana? (redaksi yang sebenarnya beda, tapi pertanyaan ini telah melalui penyuntingan dari pemilik MP ini)

Mendengar pertanyaan ini, kami langsung pasang telinga.

Ustadz Shofwan: Nah, gini. memang ada hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa kondisi Palestina akan ricuh hingga akhir zaman. Tapi yang seharusnya kita perhatikan adalah lanjutan dari haditsnya. Bahwa orang-orang yang tinggal di Syam (baca: Palestina) punya kesempatan jihad yang lebih besar. Dan peluang inilah yang harusnya dimanfaatkan dengan sebaik2nya.
Bukankah Allah tidak melihat hasil? Allah hanya melihat prosesnya. Jadi berorientasilah pada proses, untuk berjihad di sana, dan bukan cuma hasil.

Subhanallah!

Ya Allah, sungguh, kami malu telah berprasangka buruk pada acara ini. Sudah mencap yang bukan-bukan pada acara ini. Diam-diam dalam hati kami beristighfar.

Lalu mulailah kami berkasak kusuk.

Putri: De, tanya dong.
Ade: tanya apaan?
Putri: tanya tentang urgensi jihad di sana. gimana caranya, dll.
Ade: ah, gak berani.
Putri: paling gak, jawabannya kan bisa memacu semangat jihad kita!

Hemm...betul juga nih. Bukan apa-apa. Tapi kami sebagai mujahidah kagetan, belum pernah sekalipun mendapat feedback positif dari keinginan kami untuk berjihadi di Palestina. Yang sering sih orang bilang, "Jihad harta lebih utama." atau "Jihad perempuan ada pada pengabdian kepada suami." Pokoknya membuat semangat kami tambah kuyu. sebel deh

Tapi ustadz ini beda!

Dengan berdebar-debar, aku nunggu momen untuk session kedua pertanyaan. Dan rupanya, session itu gak ada.

Yah. Setelah session itu ditutup, dimulailah pemutaran video Palestina.
Komentar apa yang muncul dari peserta?

Seram
Sadis
Ih, jahat banget ya
Masya Allah
Zionis sialan!
dll.

Kami berdua sedih banget lihatnya. Tapi di balik kesedihan itu, semangat kami kian terbakar, KAMI PASTI AKAN KE PALESTINA!

The Last...

"Pulang yuk? udah hampir siap tuh acaranya."
"E-eh. Ya, bentar lagi. tuh moderatornya nanya sesuatu sama ustadznya."

Moderator: Ustadz, jadi menurut ustadz nih, apa tindakan nyata yang bisa kami lakukan sebagai mahasiswa untuk palestina? kami kan masih mahasiswa, dan mungkin kelak akan jadi guru, dokter, dsb,dll. jadi agak susah untuk berjihad ke sana.

Ustadz Shofwan: Saya pernah bertemu dengan Imam Masjidil Haram, kebetulan waktu itu ada acara dan saya jadi moderatornya. saat itu, beliau mengatakan bahwa Palestina tidak butuh kehadiran kita di sana.

Deg! Wah, kami langsung deg degan.

Ustadz Shofwan: ...karena para ummuhat mereka siap memproduksi mujahid-mujahid kecil sebanyak-banyaknya. sedangkan yang mereka harapkan dari kita adalah bantuan financial. in sangat urgent, mengingat AS telah melakukan embargo ekonomi dan menghambat suplai dana ke Palestina. Sedangkan bantuan yang kedua adalah do'a. Karena do'a adalah senjata orang mukmin. dan yang ketiga, beliau juga menyebutkan bahwa melihat demonstrasi kita untuk menentang penjajahan Israel atas Palestina telah mebangkitkan kekuatan mereka hingga 10x lipat!

DEG! Collapse deh kami. Rupanya ustadz ini sama aja, gak ngedukung semangat kami untuk ke Palestina.

Huaaaa! Hiks... Hiks...

Ya udah deh, kami mau cari pendukung yang lain aja. Sebel pokoknya. Sebeel!

(Eh, heran juga nih. katanya mau jadi mujahidah, tapi kok masih childish ya jangan heran pembaca. yah, itulah kami, mujahidah kagetan cap kacang goreng. Masih modal semangat sama dengkul doang. Kapan yang kami bisa berubah?)

Pas mau pulang (The last of Last)


"Eh, tolong mintain dong."
"Gak mau, putri aja."
"Yee...katanya mau jadi mujahidah. Tapi masa urusan gini aja takut sih."

Aku hanya nyegir kuda. ya, kami memang lagi saling tunjuk menunjuk untuk minta tanda tangan tuh ustadz. Bukan buat koleksi pribadi lho, tapi buat ditempel di mading Asy-Syifa'.

"Dapat?" bisikku setelah bang Benny, panitia yang kami tumbalkan untuk minta tanda tangan dan pesan dari ustadz Shofwan berlalu.

"Dapat. Nih." selembar kertas berkop Susu bendera (bukan produk Zionis lho) diulurkan kepadaku. Beberapa baris kata tertulis di sana:

Untuk temen2 Asy-Syifa'

Subhanallah, temen-temen di sini sangat bersemangat ya! Semoga Allah mencurahkan barokah. saya bisa melihat cahaya kebangkitan di wajah kalian, Insya Allah!"

Lagi-lagi aku tersenyum kecut. Aku rasa, beliau benar...

Amiin do'anya. Tapi kapan ya cahaya kebangkitan itu akan bersinar?

Sulit menjawabnya. Apalagi bagi mujahidah-mujahidah cap kacang goreng seperti kami...




0 comments: