Dulu, aku udah pernah ngeposting part 1
Aku dan FLP-part 2
Saturday, July 31, 2010 | Posted by adee04 at 6:12 AM 0 comments
Menikam Lelaki Hujan
Menatap ranting
Thursday, July 29, 2010 | Posted by adee04 at 10:17 PM 0 comments
Dia yang Bagai Nada
Dia hanya berupa nada. Hanya nada, sungguh! Serangkaian nada yang melintasi tulang-tulang pendengaran dalam suatu waktu. Seperti yang lain. Hanya saja, tidak banyak yang tahu bahwa ia tidak seperti yang lain.
Sektor Timur. Simpang Galon. Lamnyong. Jalan Teungku Nyak Arief terus hingga mencapai Mesjid Baiturrahman. Hanya itu sekilas peta hidupku di dunia nyata. Google. Email. Twitter. Facebook. Blog. Sejauh inilah pelarian hidupku di dunia maya. Datar. Samar.
Hingga ia datang dan menjadikannya berbeda.
Dia yang senantiasa hadir di kotak kecil pada sudut dunia mayaku, juga di sudut kota kecil ini, telah menjadi nada yang tidak sekedar naik ke otak, tapi juga berbelok ke ruang kecil bernama hati.
Aku tidak perlu memikirkan bibirnya yang bertindik, matanya yang gelap hampa, bahkan sumpahnya untuk mengacuhkan Tuhan hingga Tuhan memperhatikannya. Yang perlu kulihat hanya wajahnya yang tegas membayangi kornea, lalu sederet kecil bayangnya di kanan bawah layar komputerku. Orang itu, selalu hanya sebatas itu. Sebagaimana lagu yang mengalun sejenak lalu berhenti, ia juga seumpama itu. Ia juga burung. Juga ombak. Tak mungkin menahannya. Tak mungkin mengurungnya di satu ruang kecil. Karena ia akan selalu kembali ke laut. Ia akan selalu kembali terbang.
Jangan salah memikirkan tentang dia. Dia bukan pelaut yang mengiringi lautan dan benua tiap musim. Dia bukan pilot yang mengangkasa dengan burung besi tak berkepak. Dia hanya orang biasa dengan jiwa yang begitu bebas. Tak ada yang mengingkari kebebasannya. Seperti ombak, jika diciduk ia hanya air bercampur garam dan pasir.
Kekuatannya adalah kebebasannya. Kemampuan untuk tidak terikat pada peraturan. Sesederhana itu.
Orang itu... kuinsyafi sepenuh hati bukan untuk dimiliki. Kadang aku bisa dengan santai mengajaknya membicarakan pengampunan dosa dan penyucian diri. Seringkali, ia hanya menanggapi perintah Tuhan dan kebijaksanaan dengan bahasa penolakan.
Dulu, aku pernah ingin menenangkannya. Seolah melawan ombak, menekan tombol stop pada lagu yang diputar, atau menarik sayap burung yang tengah terbang tinggi.
Hingga titik ini... aku berhenti.
Berhenti kumaknai bukan menyerah.
Hanya saja kini aku sadar bahwa tidak ada guna mendiamkan ombak, mengheningkan nada, atau mencoba memaksa burung terbang merapati bumi.
Karena waktu jua yang akan membawa mereka pada akhir.
Sebagaimana dulu aku menangkapnya sebagai nada, kini aku ingin melepasnya sebagai nada juga. Jika aku pernah merasainya bagai ombak, maka aku ingin merasainya merayap pergi laiknya gelombang.Saat penglihatanku terarah ke langit, aku tetap bisa melihatnya mengangkasa. Semoga ia tidak menyentuh matahari, lalu mati.
Setelah tahun-tahun panjang, ia kembali pergi.
Pandangan, pendengaran, dan perabaku mulai menjelajah lagi..
Rupanya laut ini masih indah.
Debur kehidupan masih bergemuruh tanpa riuh.
Matahari masih menyengat.
Aku kembali bebas, sebebas-bebasnya.
*Ujong Batee, 3 Juli 2010
Saat rihlah FLP, saya mendapatkan kata ... (coba tebak:)) dan saya diminta menulis dengan kata inspiratif itu. Sayang pikiran yang tengah tercandui dengan aroma garam dan bunyi ombak tidak mampu menembus makna terdalam dari kata ajaib itu. Maka ditemani ombak yang setia menjilati kaki, saya mulai menulis tentang karakter ini, seorang tokoh Tuan tak bernama, dari embrio novel pertama yang tak pernah benar-benar hidup:)
Sebab saya lalai menjaganya tetap bernyawa
Monday, July 19, 2010 | Posted by adee04 at 4:11 PM 0 comments
Berpikir di luar Konteks
Waktu sakit,mungkin itu adalah waktu terbaik untuk berpikir di luar konteks.
Kenapa harus berpikir di luar konteks? Sebab dalam keseharian,seringkali kita hanya berpusat pada satu hal, satu titik saja.
Sebagian orang menamainya fokus,saya menamainya BOSAN.
Tidakkah menatap pada titik yg sama itu sangat membosankn? Saya setuju pd fokus,tapi tdk setuju pada rutinitas di masalah yang itu2 saja. Kenapa? Sebab rutinitas belaka tanpa eksplorasi menjadikan pikiran seseorang mandek. Buntu.
Hidup 20 tahun bukanlah hidup dgn pengalaman 20 tahun,tapi hidup dgn pengalaman 13 tahun yg d'ulang2. Kenapa 13? Karena asumsi saya manusia pada usia 12 tahun masih bersikap seperti kanak2,dgn eksploriasi yg luas pada hidup.
Maka kali ini,topik diluar konteks yg ingin saya tuliskan adalah masalah kecil yg dibesar2kan, SARA.
***
"Pilih siapa?"
"Si R de.kamu?"
"B.knp pilih R?"
"Sebab si R org Aceh.ngapain plh B?qt kan organisasi di Aceh,hrs d'pimpin org Aceh jg."
Saya menunduk,merenung. Iya ya.. Mungkin harusnya seperti itu..
Tapi pikiran tdk mau diam.
Kenapa harus seperti itu ya? Kan semua orang jg tau kinerja dan ide B lbh bagus. Bukan berarti R tdk bagus. 80:90 jk dibandingkan. Tapi nilai R naik karena dia orang Aceh.
Ya,karena dia orang Aceh, sdng B tdk bersuku Aceh.
Saya jadi teringat masa silam. Ketika kecil, saya benci dgn semua org jawa. Yg dmksd jawa ini adalh non aceh. Karena saya belum mengerti ada suku padang, batak, dll. Maka selain aceh semua saya cap "jawa".
Kenapa?
Jika ditanya, saya jg tdk begitu ingat. Yang saya tahu, dalam benak saya wkt kecil, semua orang Jawa itu serakah. Mereka masuk ke tanah Aceh dan merampas tanah, harta kekayaan, dan penghidpn rakyat Aceh. Saya ingat samar2 saudara2 saya jika berkumpul waktu lebaran akan membicarakan tentang tentara jawa yg membunuh tengku ini, orang jawa yg merampas tanah ayawa di kampung, dll..
Saking bencinya dgn orang jawa atw non aceh, jk dulu saya naik angkutan umum,saya akan memastikan tdk ada org non aceh di dlmnya. Jika ada, lbh baik tdk usah naik. Jk terlanjr naik dan sadar ada org non Aceh dlm angkutan umum tsb,saya akan memalingkan wajah dan tdk menyahuti jk org itu mengajak ngobrol.
Ketika kuliah, lingkungan saya tdk lagi homogen. Saya berjumpa dgn org dari berbagai suku, bahkan agama. Jika saya harus menghindari mereka, maka seolah saya menghindari separuh angkatan.
Firman Allah dalam Al-Hujurat ayat 13 belum juga (dan tdk akan pernah) berubah. Telah beberapa kali saya membacanya,tapi saat berada dalam heterogenitas ini maknanya mulai saya pahami.
Keburukan bukanlah milik satu ras atau satu suku. Apakah semua org Aceh baik? Belum tentu. Bibit unggulan? Tidak jg.
Sekarang isu SARA (kecuali agama) bagi saya sudah basi. Kbnykn sahabat saya di kampus malahan bukan orang aceh. Ada orang jawa, medan, padang, dll. Di semua organisasi yang saya ikuti juga selalu ada beragam suku, kecuali FLP mungkin, yang hampir 100% orang aceh.
Tapi, mendengar jawaban dari teman saya yang tadi, yg rupanya belakangan saya dgr hmpr di semua organisasi yg saya masuki, ah... Sedih.
SARA belum basi rupanya.
Tuesday, July 13, 2010 | Posted by adee04 at 5:44 AM 0 comments
My 1st Embryo
Suatu hal yang remeh, bisa jadi sangat penting
Tuesday, July 6, 2010 | Posted by adee04 at 1:59 AM 0 comments
Kita
Kita
Saturday, July 3, 2010 | Posted by adee04 at 3:15 AM 0 comments