Suatu hari, aku dan Ririn, teman kecilku duduk di suatu tempat.
"Perspektif itu, dibagi 5." tuturnya memulai kuliah. Dengan terpukau, aku duduk mendengarkan.
"Yang pertama Biological perspektif. Artinya tuh asumsi mengenai psikologi manusia dari segi metabolismenya sebagai makhluk hidup. Mulai dari hormon yang dikeluarkan, cara kerja saraf-saraf, dan lain-lain."
aku masih bergeming mendengar penjelasan siswa lulusan Meulborne (benar gak ejaannya?) ini.
"Yang kedua Kognitif perspektif. Asumsinya adalah manusia memiliki memori. Dan Itu dimulai dari suatu stimulan, lalu dengan adanya attention, maka...bla bla bla."
Hemm... aku manggut-manggut. Paham nih ceritanya...
"Yang ketiga Learning perspektif."
"Maksudnya rin?" Kejarku sambil menanti ia meneguk jusnya.
"Ibaratnya tuh, kita itu terbentuk dari apa yang kita pelajari. suatu yang sudah kita pelajari dari lama, membentuk psikologis kita. Disini ada peran reward dalam pembentukan pola."
"Misalnya anjing. Jika dalam seminggu ia diberi makan setelah membunyikan bel, maka selanjutnya si anjing akan mengasosiasikan bel dengan makanan. akibatnya ia akan menunjukkan reaksi psikologis yang berhubungan dengan makanan saat mendengarkan bel. walaupun makanannya gak ada."
Ririn berhenti sejenak. Menggigit burgernya. Setelah menelan, ia melanjutkan,
"Berikutnya adalah humanistic perspektif."
"Manusia." Sambungku cepat.
"YAp, maksudnya adalah setiap manusia memiliki free will. alias tanpa alasan. Semua yang dilakukannya tidak punya alasan. Hanya pilihannya sendiri."
Aku manggut-manggut lagi sampai kepalaku pusing. Wah, hebatnya penjelasan temanku ini.
"Yang terakhir Freud. Hmm... apa ya istilahnya?"
"Psychoanalisys." Aku menyahut asal-asalan. Agak kaget saat ia mengiyakan.
"Benar. Hanya istilahnya gak tepat gitu sih. Yang jelas, ia mengatakan bahwa psikologi manusia itu dibentuk di alam bawah sadar."
"Seperti anak yang mencintai ibunya?" Aku teringat kutipan tulisan Freud yang pernah kubaca. Ririn mengangguk, "Ya, semacam itulah. Oedipus juga termasuk contohnya."
Setelah itu perbincangan berlangsung singkat, dan kami pulang.
@@@
Hari itu banyak yang kudapatkan. Begitu banyak malah hingga aku tidak begitu mampu mencerna semuanya. STM (short time memory), LTM (long time memory), memori indra... sedikit banyak dari itu yang kuingat.
Suatu stimulan akan menghasilkan STM, lalu jika terus menerus diencodingkan, maka memori itu akan menetap dalam jangka panjang (LTM)
Satu kalimat itu terngiang-ngian terus di kepalaku. Encoding itu, dijelaskan oleh ririn, dapat berupa gambar, suara, atau bahkan imajinasi.
Apakah itu menjelaskan kepadaku mengenai banyak hal?
Mungkin, yang jelas aku teringat untuk tidak bermain-main dengan perasaan, imajinasi, dan pandangan.
Suatu memori yang terus mengalami pengulangan, akan menjadi prioritas dan menyingkirkan hal-hal lain.
Ucapannya memantul-mantul dalam memori indraku.
Bagaimana jika hal sia-sia yang lebih banyak diencoding? Seperti keinginanku terhadap foto "seseorang" yang digagalkan Allah. Bagaimana jika itu tidak gagal?
I think...
0 comments:
Post a Comment